Rachmat Gobel dan Sunaryo Kartadinata. (Foto: B1/Primus Dorimulu) |
Tashkent, Uzbekistan, Beritasatu.com - Sekitar 66% impor Indonesia dari Uzbekistan pada 2020 adalah bahan baku pupuk. Hingga tahun lalu, Indonesia masih defisit dalam perdagangan dengan Uzbekistan. Surplus neraca perdagangan Indonesia dengan Uzbekistan baru terjadi pada kuartal pertama 2021, karena negara ini belum mengimpor apa pun dari Indonesia.
“Potensi perdagangan Indonesia dan
Uzbekistan sangat besar. Kita harus seimbangkan neraca perdagangan kedua
negara,” kata Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel dalam
jamuan makan siang dengan Dubes RI untuk Uzbekistan dan Kyrgyzstan, Sunaryo
Kartadinata di Tashkent, Uzbekistan, Senin (17/5/2021).
Pada 2020, impor Indonesia dari
Uzbekistan sebesar US$ 18,16 juta. Dari jumlah itu, sebanyak US$ 12,27 juta
atau 66% adalah bahan baku untuk fertilizers atau bahan baku
untuk pupuk. Di dunia, hanya beberapa negara yang memiliki bahan baku khusus
untuk pupuk. Selain Uzbekistan, ada Rusia dan Kanada, yang memproduksi bahan
baku pupuk yang tidak dimiliki Indonesia.
Selama kuartal pertama 2021, neraca
perdagangan Indonesia surplus terhadap Uzbekistan. Namun, kata Starlet Yuniati
Koenaifi, sekretaris Kedubes RI di Uzbekistan, kondisi itu bukan karena
lonjakan ekspor Indonesia, melainkan belum ada ekspor dari Uzbekistan ke
Indonesia. Jika ekspor Uzbekistan ke Indonesia mulai normal, defisit masih akan
terjadi.
Sejak 2018, defisit neraca
perdagangan Indonesia dan Uzbekistan mengecil. Pada 2020, ekspor Indonesia ke
Uzbekistan melonjak 40% ke US$ 12 juta. Potensi ekspor Indonesia ke negeri ini
cukup besar karena Uzbekistan sedang dalam pembangunan yang cukup agresif.
Impor dari Uzbekistan dari
Indonesia, antara lain berbagai jenis elektronik, terutama kulkas dan air
conditioner (AC). Negeri empat musim ini didera suhu hingga 40 sampai
43 derajat celsius setiap musim panas, April-Juli.
Sementara itu, Dubes Sunaryo
Kartadinata mengatakan parwisata menjadi tumpuan ekonomi Uzbekistan dan
Indonesia dianggap sebagai captive market.
“Pemerintah Uzbekistan umumnya bicara tentang pariwisata. Indonesia dinilai sebagai captive market. Kita perlu melancarkan kampanye tentang potensi Indonesia,” ungkap Dubes Sunaryo Kartadinata.
Pada kesempatan itu, Rachmat meminta
Dubes Sunaryo Kartadinata untuk memaksimalkan hubungan ekonomi Indonesia dan
Uzbekistan. Selain karena kedua negara memiliki penduduk Islam terbesar,
potensi ekonomi dan budaya kedua negara juga sangat besar. Banyak produk dari
Indonesia yang bisa di ekspor ke Uzbekistan, di antaranya produk buah tropis,
seperti pisang.