BANDUNG - Kurikulum pendidikan di Indonesia dinilai perlu memasukkan bahan ajar pendidikan perdamaian untuk memunculkan suasana damai sejak dini. Pendidikan ini penting di tengah kondisi masyarakat yang semakin individualistis.
Hal itu disampaikan Duta Besar
Republik Indonesia untuk Uzbekistan dan Kirgistan Sunaryo Kartadinata saat
menjadi keynote speaker konferensi pendidikan perdamaian di Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Setiabudi, Kota Bandung, Rabu (11/12/2019).
Menurut dia, di beberapa negara telah
menerapkan pendidikan perdamaian di sekolah. Bahkan, pendidikan perdamaian
sudah menjadi bagian yabg dilaksanakan secara sadar. Tujuannya untuk membangun
suasana damai. sehingga saat belajar pun, berlangsung damai.
"Ini perlu kesadaran tinggi, karena kedamaian bukan titik akhir resolusi konflik. Tapi sebuah kegiatan langgeng dan sustainable. Bagaimana ini diterjemahkan dalam proses pendidikan," kata Sunaryo. Menurut dia, konsep pendidikan perdamaian saat ini belum disadari pada pengambil kebijakan pendidikan. Sehingga penerapannya belum ada di Indonesia. Apalagi, kata dia, bila dikaitkan dengan visi 2030, yaitu dunia yang damai dan berkeadilan, Indonesia harus berpartisipasi di dalamnya.
"Jadi kedamaian jangan hanya
dilihat paradigma negatifnya, yaitu untuk menghilangkan konflik. Tapi ini
desain, untuk jangka panjang. Kementerian pendidikan harus lihat visi ini.
Regulasi bisa kita tertahankan, tetapi intinya bagaimana ini menjadi
filosofi," ujar Sunaryo yang juga Mantan Rektor UPI itu. Menurut dia,
pendidikan perdamaian penting disaat kondisi saat ini. Di mana era distrubsi
teknologi telah terjadi. Masyarakat juga semakin individualistis. Sehingga
harus dibangun kolaborasi dan toleransi sehingga akan terbangun kedamaian untuk
hidup jangka panjang.
Sementara itu, Ketua Pelaksana
Konversi Riswanda menyatakan, konferensi Internasional tentang Pendidikan
Kedamaian ini adalah yang pertama digelar. Kegiatan ini diikuti peserta dari
berbagai kalangan praktisi, penelitian, organisasi dan lembaga lainnya. Juga
hadir pakar dari Direktur Peace Education Center Miriam College Filipina Gail
Frances Galang, Dosen International Institute of Hiroshima University Jepang
Nakaya Ayami, dan Direktur Center for Students Wellbeing and Prevention of
Violence, Australia Philips T Slee. "Konversi ini dimaksudkan untuk saling
berbagi pengalaman dan praktek terbaik dalam pendidikan kedamaian antarbangsa,
antarnegara dan antar latar belakang keilmuan. Sehingga memberi kontribusi
dalam mempromosikan budaya damai," kata Riswanda. Dia mengemukakan,
melalui ten yang diusung, memberi pesan bahwa budaya damai di dunia dapat
diciptakan melalui berbagai instrumen. Seperti pendidikan, penguatan sumber
daya sosial dan budaya, serta diplomasi politik yang dilakukan oleh
bangsa-bangsa di dunia. (awd)
Artikel ini telah diterbitkan di halaman
SINDOnews.com pada Rabu, 11 Desember 2019 - 21:13 WIB oleh Arif Budianto dengan
judul "Dubes RI untuk Uzbekistan: Kurikulum Indonesia Perlu Pendidikan
Perdamaian". Untuk